• Jelajahi

    Copyright © Karawang Channel
    Berita aktual tepercaya

    Kanal Video

    Setiap Hujan Adalah Ancaman, Potret Warga Karangligar di Tengah Banjir Tahunan

    Kamis, 10 Juli 2025

    Setiap kali langit mendung menggantung di atas Karangligar, hati Acep (63) mulai tak tenang. Lelaki paruh baya itu sudah terlalu akrab dengan suara hujan yang berubah menjadi denting bencana.  Foto : Siti Jul Khoeryah




    KARAWANG, Karawangchannel.com – Setiap kali langit mendung menggantung di atas Karangligar, hati Acep (63) mulai tak tenang. Lelaki paruh baya itu sudah terlalu akrab dengan suara hujan yang berubah menjadi denting bencana. 


    Genangan air yang naik perlahan hingga menelan lantai rumah adalah bagian dari hidup yang ia jalani sejak sebelum ia dilahirkan.


    “Kalau tinggal di sini, Karangligar, mulai dari sebelum dilahirkan dari ibu. Ya kalau menurut itu hampir 63 tahun,” ujarnya sambil duduk di beranda rumah yang tampak baru saja dikeringkan.


    Acep adalah satu dari ratusan warga Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, yang hidup berdampingan dengan banjir tahunan. Namun, sejak 2017, frekuensi banjir kian sering dan parah. Ia menyebut dalam setahun, air bisa naik dua hingga tiga kali.


    “Kalau dihitung-hitung, hampir tiap tahun banjir. Satu tahun bisa 2 sampai 3 kali,” katanya.


    Banjir bukan sekadar air yang datang lalu pergi. Ia membawa lelah, kesedihan, kerugian, dan trauma. Rumah tangga yang seharusnya jadi tempat perlindungan justru berkali-kali harus dikuras, dibersihkan, bahkan direnovasi. Bangku, lemari, kasur, dan perabotan lainnya berkali-kali rusak. Hati pun ikut tergerus.


    “Capek sih, Pak. Bersih-bersih, nanti banjir lagi. Sedih banget sih, ya cuman mau gimana lagi,” ucap Acep lirih, matanya menerawang ke arah sawah yang mulai tergenang.


    Sebagai petani, sawah adalah harapan terakhir. Namun saat air datang, benih gagal tumbuh, panen tak bisa diandalkan. Di titik ini, banjir tak hanya mencuri kenyamanan, tapi juga menggoyang fondasi ekonomi keluarga.


    “Tiap tahun pasti rugi. Nggak mungkin untung lagi kalau sawah,” ujarnya pasrah.


    Meski demikian, Acep tak berhenti berharap. Ia menyampaikan harapannya kepada pemerintah bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk seluruh warga Karangligar yang telah puluhan tahun hidup dalam ketidakpastian cuaca.


    “Harusnya dari pihak pemerintah ada solusi supaya kami nggak terus-terusan dilandam banjir. Sudah puluhan tahun, tapi belum ada perubahan,” katanya tegas.


    Di Karangligar, waktu seakan berputar dalam siklus yang sama: hujan datang, air naik, warga mengungsi, lalu kembali lagi saat surut, hanya untuk mengulang semuanya. Cerita Acep adalah gambaran dari ratusan kisah lain tentang perjuangan, kesabaran, dan harapan yang belum juga dijawab.


    Pemerintah mungkin punya rencana. Tapi bagi Acep dan warga Karangligar, yang mereka tunggu bukan rencana, melainkan tindakan nyata. Sebab bagi mereka, banjir bukan lagi bencana musiman. Ia telah menjadi bagian dari hidup yang ingin segera mereka akhiri. (Siti Jul Khoeryah)

    Kolom netizen >>>

    Buka kolom netizen

    Berita Update

    Lingkungan

    +